Berani Menjadi Katolik
“If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each other. -Mother Teresa- “,
kutipan dari Mother Teresa yang menjadi kata pembuka dari acara diskusi bertema “Berani Menjadi Katolik. Perspektif Hak Minoritas Dalam Dinamika Mayoritas: Konflik, Tantangan dan Solusinya”, yang diadakan oleh Seksi Keadilan Perdamaian dan Seksi Pendidikan Padusa pada Sabtu, 25 Oktober 2025, di Aula Maria Gedung Yos Sudarso, jam 10.00-12.00. Nara sumber yang hadir adalah Dr. Mona Sugiarto, M. Psi. Psikolog dan Romo Gregorius Soetomo, SJ., dengan Amadea Pranastiti sebagai moderator diskusi.
Nara sumber dan Peserta


Sekilas informasi mengenai Nara Sumber dan Moderator:
- Dr. Mona Sugiarto, M. Psi. Psikolog adalah
– Learner, Psychologist, Outreach, Leader.
- Romo Gregorius Soetomo, SJ. adalah:
– Pastor lulusan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2017), dalam Kajian Pemikiran Islam dan Sejarah Islam. Koordinator Dialog dengan Islam Jesuit Conference of Asia Pacific (sejak 2017).
– Sejak 1 Agustus 2025, menjadi Pastor Mahasiswa KAJ Unit Barat untuk masa tugas selama 3 tahun.
- Amadea Pranastiti adalah:
– Freelance Designer sejak 2009
– Penggiat Sie Komsos Paroki Duren Sawit sejak 2016
Diskusi dihadiri oleh OMK, DPH, frater, Papisa, beberapa umat St. Anna dan umat dari Paroki lain, serta hadir pula sekelompok siswa dari beberapa sekolah menengah, salah satunya dari SMA Budhaya.
Sesi Pertama

Dalam sesi pertama, Dr. Mona Sugiarto, M. Psi. Psikolog, menjelaskan alasan “Mengapa Manusia Beragama”, yaitu: Karena mencari makna dan tujuan hidup, Pencarian untuk terhubung dengan yang sakral, Kebutuhan sosial.
Dia juga memberikan informasi tentang “Tantangan Menjadi Katolik di Tengah Masyarakat Majemuk” berupa: Intergroup Bias; Stereotip, Prasangka, Diskriminasi; Spiritual Dryness.
“Kita bisa berprasangka karena ada stereotip. Kita belum mengenal orang tersebut, tetapi menilai orang itu sesuai stereotip dalam pikiran kita”, ungkap Dr. Mona.
Setelah itu, Dr. Mona menjelaskan tentang kriteria “Kematangan (Kedewasaan) Iman”, yaitu:
- Intrinsik dan tulus.
- Dinamis dan berpikiran terbuka.
- Kohesif dan menyatu dengan kepribadian.
- Relasional dan penuh kasih.
- Berpikir kritis, terutama ke dalam, bukan ke luar.
Sebelum menutup sesinya, Dr. Mona memberikan pesan, “Bagi yang baptis bayi, agama adalah warisan dari orang tua, maka carilah sesuatu yang baik dari warisan itu, sehingga perasaan kita atas agama yang diwariskan itu menjadi intrinsik dan tulus”.
Sesi Kedua

Dalam sesi kedua, Romo Gregorius Soetomo, SJ, menyampaikan persamaan dan perbedaan dari 2 orang tokoh besar agama Islam dan Katolik, yaitu antara Abdurrahman Wahid (1940-2009), mantan presiden Indonesia yang kerap dipanggil Gus Dur, dengan Uskup Francisco F. Claver, SJ. (1932-2010), dari Filipina.
Persamaan dari kedua tokoh ini adalah sama-sama berjuang untuk hak-hak minoritas di Indonesia dan Filipina, dengan cara pendekatan dialog dan pendidikan kesadaran sosial, menjadi jembatan lintas agama, memperjuangkan hak kelompok yang secara tradisional dianggap “lawan” agama mereka sendiri (Islam dan Katolik), dan berjuang atas dasar cinta kasih universal dan keadilan sosial yang melampaui batas agama. Sedangkan perbedaan dari kedua tokoh ini, hanyalah perbedaan agama.
Di akhir sesi kedua, Romo Gregorius menyimpulkan, baik Abdurrahman Wahid maupun Uskup Franscisco F. Claver, SJ. adalah dua tokoh lintas iman yang mempraktikkan iman yang membebaskan. Gus Dur mewujudkan Islam yang ramah, terbuka, dan membela kemanusiaan, sedangkan Claver mewujudkan ke-Katolik-an yang berpihak pada perdamaian, keadilan, dan penghormatan terhadap keberagaman budaya serta agama.
Keduanya mengajarkan, bahwa iman sejati bukan hanya soal doktrin, tetapi keberanian untuk mencintai manusia yang berbeda dan memperjuangkan martabat setiap orang sebagai citra Allah.
Sesi Dialog
Setelah sesi kedua selesai, diadakan sesi dialog dengan para peserta. Peserta diajak untuk mengajukan pertanyaan dan sharing pengalaman. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan, salah satunya mengenai pernikahan beda agama. Ada juga yang sharing tentang pengalaman sebagai umat katolik yang tinggal di wilayah yang mayoritas umat beragama lain, serta sharing tentang tantangan hidupnya sebagai umat muslim yang pindah menjadi Katolik.
Penutup dan Foto bersama
Acara diskusi ditutup dengan penyerahan kenang-kenangan dari panitia kepada para nara sumber dan moderator, kemudian dilanjutkan dengan foto bersama para peserta.



