Artikel Berita Berita Paroki

Mencari Wujud Nyata, 100% Katolik, 100% Indonesia

Perayaan Ekaristi hari raya Kemerdekaan Republik Indonesia diperingati secara bersamaan pada Kamis (17/8) pukul 08.00 WIB di Gereja St Anna dan Gereja Stasi Santo Yoakhim. Bidang Peribadatan selaku penyelenggara mengajak umat yang hadir untuk berdoa rosario merah putih, sebelum memulai misa.

Semarak kebersamaan dan perayaan kemerdekaan antar umat Paroki St.Yoakhim sungguh terasa, ketika umat yang hadir mengenakan busana daerah atau kostum bernuansa merah putih. Rangkaian ekaristi pun semakin khidmat dalam nuansa budaya bersama iringan gamelan dari Paguyuban Asih Laras.

Pastor Alb.Sadhyoko Raharjo, SJ dan Pastor Agustinus Rudi Chandra, SJ yang memimpin perayaan ekaristi bersama umat, mengungkapkan syukur karena boleh merayakan ultah ke-78 tahun Indonesia. Sembari berharap agar kita mengalami aman dan damai, sejahtera rohani dan jasmani.

Saat pembuka perayaan ekaristi, Romo Yoko menyampaikan pentingnya kesatuan, dan bahwa kita semua dipanggil menuju cita-cita mulia. Sebagaimana semboyan perayaan 78 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), “Terus Melaju untuk Indonesia Maju”.
Selanjutnya, sebagai pelengkap homili, Romo Yoko mempersilakan umat untuk mencermati pesan yang disampaikan Uskup Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) Mgr.Ignatius Suharyo, yakni bagaimana menghidupi semangat kemerdekaan melalui pentingnya Ajaran Sosial Gereja (ASG).
Uskup Agung Jakarta, Ignatius Suharyo menyampaikan ucapannya dalam rangka HUT ke-78 NKRI berupa tayangan video, mengajak agar umat bertumbuh menuju kesempurnaan kesucian. Dalam setiap profesi, entah sebagai pejabat, pekerja, dan lainnya, agar menjadi suci dengan menjalankan pekerjaannya. Untuk para Tentara, ajakan menjadi suci dengan menjalankankan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Delapan Wajib TNI.

”Jika anda seorang Polisi, jadilah suci dengan menjalankan Tribrata, Catur Prasetya, dan menjalankan semboyan Semakin Melindungi, Semakin Mengayomi, Semakin Melayani. Itulah jalan menuju 100% Katolik,” ungkap Uskup Suharyo. Menjadi 100% Indonesia dengan mencintai tanah air. Caranya yakni dengan mewujudkan 5 pokok Ajaran Sosial Gereja.
1. Menghormati martabat manusia, tanpa membeda-bedakan latar belakang apapun.
2. Bertanggung jawab untuk merawat dan mengembangkan kebaikan bersama (tema 2023)
3. Merawat dan mengembangkan solidaritas
4. Memberi perhatian lebih kepada saudari-saudara kita yang kurang beruntung
5. Merawat keutuhan ciptaan Tuhan sebagai rumah kita bersama

”Semoga hari ultah ke-78 ini mendorong kita untuk semakin mencintai tanah air, menjalankan semboyan yang kita ucapkan, dengan sungguh-sungguh mencari wujud-wujudnya yang nyata, 100% Katolik, 100% Indonesia. Dirgahayu Indonesia,” harap Mgr Suharyo. Sebagai penutup, Romo Yoko kembali mengajak umat yang hadir. ”Laksanakanlah, just.do.it. Dimulai dari diri kita sendiri, keluarga, lingkungan gereja, dan masyarakat yang nyata,” pungkas Romo Yoko.

Usai misa, acara dilanjutkan dengan perayaan syukur atas Ulang Tahun ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia di halaman Gereja St Yoakhim. Tidak lupa, Pastor Yoko juga turut menyampaikan proficiat kepada para pengurus Gereja yang telah dilantik dan diberkati. ”Selamat melaksanakan tugas perutusan dengan baik. Ini merupakan berkat sekaligus tanggung jawab, rahmat Tuhan akan menyertai dan laksanakanlah dengan hati yang merdeka, tulus, terbuka, dan gembira,” tutur Romo Yoko.

Prasasti St Yoakhim Menyimpan Catatan Sejarah
Sejarah singkat pembangunan stasi St.Yoakhim disampaikan oleh Bapak Poerwanto. Poerwanto berkisah, pada waktu Perumnas dibuka, dari 1630 jiwa, 349 dihuni oleh KK yang Katolik. Kemudian membentuk organisasi Perkumpulan Warga Katolik Perumnas Klender (PWK). Salah satu pendirinya adalah Ketua Lingkungan Perumnas untuk umat Katolik (keterangan lebih detil dapat dibaca pada foto prasasti).

Karena jumlahnya bertambah, memilih pengurus, antara lain: Bpk.Sugiarto, Susilo Wardoyo. Pada Mei 1983, perizinan (IMB) yang dinanti akhirnya telah keluar. Sementara umat berpartisipasi dengan doa. Kegembiraan ada di sisi lain, namun muncul pula protes di sisi lainnya. Bahkan mengirimkan surat ke Panglima Tri Sutrisno. Diketahui kemudian, protes tersebut sifatnya bodong. “Ini yang mempercepat kepercayaan pemerintah untuk membangun (gereja),” ungkap Poerwanto.

Dalam kurun waktu tersebut hingga 4 tahun kemudian, umat di Perumnas hanya mampu mengumpulkan dana sekitar Rp. 4 juta. Pastor Paroki saat itu pun meminta agar gedung ini, selain digunakan sebagai sarana ibadah, juga bisa menjadi gedung serbaguna untuk kepentingan umum.

Selanjutnya pada April 1984, Pak Bun dipanggil Uskup. Sehingga di Keuskupan tidak ada arsip di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) karena semua serba lisan. Setelah gereja diberkati, kondisi furnitur masih bernuansa buatan Perumnas.

Pada 1989, Paroki Santa Anna mulai mengambil alih pengelolaannya. Selanjutnya, 1983-1987 : semua surat-surat dari Perumnas, izin bangunan, disimpan di rumah Sekretaris, Susilo Wardoyo. Kemudian pada 1989, diserahkan kepada Uskup KAJ. Hingga pada tahun 2000, sertifikat tanah muncul. Secara umum, alamat gereja terletak di Jl. Nusa Indah IV no.4, Perumnas Klender RT.12 RW.6, Kel. Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Asi Yanto selaku Lurah Malaka Jaya, menyampaikan sambutannya, yang menginjak tahun kedua masa jabatannya dengan merayakan ultah NKRI. Ia menuturkan, pada malam sebelumnya turut diadakan pula tasyakuran lintas agama sekelurahan Malaka Jaya.

Dalam kesempatan ini, Asi Yanto turut mengimbau segala unsur agar saling bahu membahu, rukun satu sama lain. 267 Kelurahan di Malaka Jaya, tidak ada yang seperti ini. Dari semua unsur agama, Kristen Protestan, Oikoumene, Adven, Hindu, dll.

Menjelang 2024 sebagai tahun politik, Yanto berharap agar kelurahan Malaka Jaya aman dan tenteram. ”Jangan sampai ada gesekan di antara kita. Setiap kegiatan yang ada keagamaan, kita datang. Kita saling menghargai satu sama lain, agar kelurahan Malaka Jaya aman tenteram,” harapnya. Ia pun mengimbau agar regenerasi dapat berjalan kepada yang generasi muda. Sementara yang muda belajar dari mereka yang lebih tua. (Anton Bilandoro)